POST DATE | 21 Oktober 2022
Pos Ambai Coffee telah mengganggu fungsi hunian warga termasuk kenyamanan pelaksanaan keagamaan karena beroperasi secara penuh (full time 24 jam)
Pantausidang, Medan-Warga Jalan Ambai, Kelurahan Sidorejo Hilir, Kecamatan Medan Tembung, resmi mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Medan, atas gangguan suara kebisingan aktifitas Pos Ambai Kafe.
Melalui tim kuasa hukumnya dari Pengurus Besar Perkumpulan Advokat Sumatera Utara (PB- PASU) berkedudukan di sekretariat Jl. Ampera Kota Medan mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatigedaad) terhadap pemilik Pos Ambai Kafe.
Gugatan juga dilayangkan kepada sejumlah pejabat daerah hingga tingkat menteri yang dinilai telah lalai dan mengabaikan keluhan warga.
Berkas gugatan telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Medan dengan nomor register No. 443/Pdt.6/2022/PN Medan.
Eka Putra Zakran selaku Kuasa Hukum Warga menjelaskan, dasar gugatan warga tersebut dilakukan sebagai langkah hukum atas keresahan warga Jalan Ambai yang terganggu dengan aktivitas keramaian di kafe tersebut.
Menurutnya, Aktifitas keramaian kafe di lingkungan perumahan tersebut juga dinilai telah melanggar hak asasi warga.
“gugatan dilayangkan terhadap Junaidi M Adam, selaku pemilik Pos Ambai Coffee sebagai tergugat kesatu,” ujarnya.
Dia menambahkan, sedangkan tergugat lain (turut tergugat) di antaranya Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Wali Kota Medan, Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota (DPMPTSP) Medan.
Kemudian Kadis Pariwisata Medan dan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (PP) Medan, termasuk Camat Medan Tembung dan Lurah Sidorejo Hilir.
Eka Putra mengatakan, kliennya, dalam hal ini Dr. Farid Wajdi, SH selaku dosen dan advokat serta Diurna Wantana, adalah warga negara Republik Indonesia merasa hak-haknya dilanggar untuk mendapatkan hidup dengan aman dan tentram.
Kliennya merasa terampas haknya, karena tidak mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat disebabkan aktivitas Pos Ambai Coffee yang telah mengganggu fungsi hunian.
Gangguan tersebut berupa penurunan kenyamanan hunian baik secara sosial, pendidikan, lingkungan, dan kenyamanan pelaksanaan keagamaan di Jalan Ambai.
“Padahal para penggugat lebih dahulu bertempat tinggal dan menjadi warga di Jalan Ambai, sedangkan keberadaan usaha Pos Ambai Coffee baru mulai beroperasi Februari 2021,” katanya.
Dia menambahkan, aktivitas Pos Ambai Coffee telah mengganggu fungsi hunian warga termasuk kenyamanan pelaksanaan keagamaan karena beroperasi secara penuh (full time 24 jam).
“sampai subuh lagi sehingga berdampak buruk bagi warga setempat termasuk yang dialami klien,” ucapnya.
“Dampak buruk/ekses yang dialami klien kami akibat beroperasinya Pos Ambai Coffeemerasakan suara berisik bersumber dari teriakan atau nyanyian dan/atau kalimat tidak sopan para tetamu/pengunjung. Suasana di sekitaran kafe persis seperti keriuhan suara pasar malam atau terminal,” paparnya.
Selain itu Para penggugat merasakan suara raungan knalpot bising (knalpot racing) dari geberan kendaraan (roda dua dan roda empat) yang keluar-masuk ke Kafe.
Nuansa arena balap motor (seperti raungan suara MotoGP) lebih mendominasi dibanding sepatutnya fungsi-fungsi kawasan perumahan dan permukiman.
Menurutnya, ketidaknyamanan fisik dan psikis penggugat akibat operasional kafe sehingga menimbulkan ekses seperti menimbulkan gangguan tidur, sakit kepala, dan suasana hati memburuk.
“Kegaduhan suara dari kafe telah berdampak bagi gangguan pendengaran penggugat dan istri-anak-anak penggugat, kualitas belajar, kualitas tidur dan kualitas istirahat penggugat pun menjadi terganggu, sehingga menyebabkan stress/depresi dan emosi yang tidak stabil,” ujarnya menjelaskan.
Dia menambahkan, kliennya sudah melakukan upaya-upaya pengaduan, menyampaikan keluhan ke instansi pemerintah dan telah mengajukan somasi, namun tidak membuahkan hasil.
Sehingga karena keberadaan Pos Ambai Coffee telah merugikan penggugat, maka para penggugat pun mengajukan gugatan Perdata ke Pengadilan Negeri Medan.
“Operasional kafe tersebut telah bertentangan dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku salah satunya yaitu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,”dalilnya.
Kemudian beberapa peraturan turunannya serta substansi, seperti Undang-Undang Nomor 10/2009 tentang Kepariwisataan, Undang Nomor 25/2009 tentang Peayanan Publik, Perda Nomor 4/2014 tentang Kepariwisataan dan Perda Nomor 10/2021 tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum,” ujarnya.
Perbuatan para tergugat merupakan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur Pasal 1365 jo. Pasal 1366 KUHPerdata yaitu Pasal 1365 KUHPerdata: “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Pasal 1366 KUHPerdata: “Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.”
Sementara itu, turut tergugat dalam hal ini Wali Kota Medan, Kadis Pariwisata, Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota, Kadis Satpol PP, Camat Medan Tembung dan Lurah Sidorejo Hilir.
Mereka menilai para pejabat tersebut dinilai telah melakukan pembiaran atas permasalahan dari para penggugat adukan/keluhkan.
Diapun berharap, agar nantinya pengadilan menjatuhkan putusan provisi untuk memerintahkan para tergugat untuk menghentikan aktivitas Pos Ambai Coffee. *** (Diurnawan)
=============